Di Madinah pada zaman nabi, ada
seseorang fakir bernama Tsa,labah bin Hathib. Dia memiliki seorang temen yang
kaya raya. Temennya itu memiliki ladang dan kebun yang luas, juga onta dan
kambang yang tak terhitung banyak jumlahnya. Setiap hari memakan makan yang enak dan pakaian yang sangat bagus-bagus. Tsa’labah menginginkan seperti mereka menjadi orang yang kaya
raya.
Dari hari ke hari ia terus
berangan-angan jadi orang kaya. Suatu hari terlintas dalam pemikiran otaknya. Ia
tersenyum, memiliki rasa untuk menemukan gaya hidup yang beruabah menjadi orang
kaya secara cepat. Dengan samangat ia berangkat ke masjid untuk menemui
Baginda Nabi SAW.
Dalam hati ia berkata.
“ Aku pastinya akan menemui Baginda Nabi
di masjid. Aku meminta permohon kepada beliau, supaya dapat mendo’akan aku jadi orang kaya. Aku yakin
beliau tidak akan menolak permohonanku, sebab beliau berakhlak mulia. Dan jika
yang mendo’akan adalah beliau, Alloh pasti mengabulkannya.”
Tsa’labah masuk ke dalam masjid. Lalu
shalat berjama’ah di belakang Rasululloh. Selesai shalat, tanpa di tunggu
lama-lama, ia langsung mendekati Rasululloh dan berkata, “Duhai Rosululloh, do’akanlah
kepada Aloh agar aku diberi harta yang melimpah ruah!”
Rosululloh memandangi Tsa’labah
dan menjawab,
“Celaka kamu Wahai Tsa’labah! Harta yang diberikan walaupun sedikit yang engkau syukuri lebih baik dari pada harta melimpah ruah itu tidak
bisa kau syukuri!”
Rosululloh bilang begitu karena
merasa kasihan kepada Tsa’labah. Beliau mengerti betul bahwa harta itu merupakan beban yang sangat berat. Orang kaya banyak memiliki kewajiban pada kaum fakir miskin. Orang kaya
harus bisa mensyukuri kekayaan tersebut. Dan kelak di akhirat nanti banyak pertanggungjawaban yang tidaklah ringan. Rosulullah SAW kasihan kepada Tsa’labah jikalau ia kaya dan
memiliki harta yang melimpah namun tidak bisa di syukuri. Kasihan kalau sampai
hartanya itu membuatnya lalai dan malas beribadah. Jika demikian keadaanya,
Alloh pasti akan marah pada Tsa’labah.
Lalu dengan bahasa yang lembut
dan halus Rasulullah menasehati Tsa’labah agar qana’ah dan menerima dengan
lapang dada rizky yang telah ada meskipun sedikit. Tsa’labah mendengar nasihat
Rasulullah dari seksama lalu pulang ke rumahnya.
Dalam perjalanan, kemudian ia berpikir sambil mengucapkan,”Alhamdulillah,
segala puji bagi Alloh. Dia telah memberiku rizky yang cukup untuk memberikan
makan aku dan keluargaku. Terima kasih Rasullah atas nasihatnya.”
Tetapi…